115 views Bambu Bulaksalak Menembus Pasar Dunia Yayasan - KEHATI KEHATI

Bambu Bulaksalak Menembus Pasar Dunia



Dusun Bulaksalak di lereng gunung Merapi Yogyakarta memiliki hutan bambu yang kini menjadi lokasi eko-wisata dan pusat pembelajaran pelestarian bambu (foto : KEHATI)

  • Date:
    07 Mei 2025
  • Author:
    KEHATI

Dusun Bulaksalak, yang berada di kaki Merapi wilayah Kabupaten Sleman, Yogyakarta, kini tidak hanya dikenal sebagai daerah konservasi sumber air, tetapi juga sebagai produsen bambu ekspor berkualitas tinggi. Berkat kemitraan dengan PT Bambubos, bambu-bambu dari Bulaksalak kini telah melanglang ke berbagai negara, menjadi material konstruksi untuk cottage, kafe, hingga resort di India, Cina, Thailand, dan Maladewa.

Potensi ekspor ini bukan muncul tiba-tiba. Sejak penanaman bambu yang dimulai pada 2016–2018, masyarakat Bulaksalak bersama PT Bambubos melakukan pembinaan serius dalam aspek konservasi dan budidaya lestari. Hasilnya, pada 2025, panen perdana dari hutan bambu rakyat ini mulai dikirimkan melalui kontainer ke luar negeri.

Dua jenis bambu yang diekspor adalah bambu petung dan bambu apus. Petung unggul dalam kekuatan dan ukuran besar sehingga cocok untuk bangunan berat, sementara bambu apus yang lentur digunakan untuk elemen dekoratif bangunan. “Kualitas bambu sangat tergantung pada iklim dan kondisi tanah. Dan kebetulan di Bulaksalak ini sangat mendukung,” ujar Ekowiyarto, petani bambu sekaligus penggerak komunitas lokal di Bulaksalak.

Meski jumlah ekspor masih fluktuatif—sekitar dua hingga tiga kontainer per bulan—semangat warga untuk mengembangkan budidaya bambu kian besar. Hampir setiap lahan pribadi kini ditanami bambu, dan pemberdayaan masyarakat mulai diperluas ke seluruh Sleman. Warga Bulaksalak berencana melakukan perluasan lahan, penyulaman tanaman gagal, dan peningkatan produksi untuk mengejar permintaan pasar internasional yang terus tumbuh.

PT Bambubos sendiri adalah perusahaan yang berdiri sejak 2012 dan berbasis di Dusun Selorejo, Desa Wukirsari. Bergerak di bidang pembibitan, pengawetan, furnitur, jasa desain, pelatihan, dan konstruksi bambu, perusahaan ini mengusung misi ganda, yaitu merestorasi lahan kritis dan menyejahterakan masyarakat melalui bambu.

“Kerja sama dengan Bulaksalak ini seperti sekali mendayung, dua tujuan tercapai,” kata Jajang Sanjaya, Direktur PT Bambubos. “Kami membantu restorasi hulu Sungai Opak sekaligus membuka pasar lokal dan ekspor untuk bambu rakyat.”

Bambubos, singkatan dari Bambu Organ Sungai, memiliki teknik pengawetan inovatif yaitu dengan metode hidroponik. Setelah ditebang, batang bambu ditata vertikal, dilubangi, lalu direndam dengan asam borat agar lebih tahan lama. Ke depan, kata Jajang,  pusat pengawetan sekaligus produksi furnitur dari bambu akan dipusatkan di Bulaksalak.

Untuk menghadapi kondisi perekonomian nasional yang lesu, PT Bambubos mengambil strategi berani: memperkuat kerja sama dengan investor asing. “Daya beli lokal menurun. Satu-satunya jalan adalah bekerja sama dengan pihak asing. Sekarang kami fokus di proyek-proyek milik orang India, serta proyek di Bali dan Lombok,” ungkap Jajang.

 

Hilirisasi Bambu Lestari

Warga Bulaksalak, Cangkringan Yogyakarta mengajarkan pembuatan kerajinan bambu kepada pengunjung yang datang ke hutan bambu

Yayasan KEHATI turut menjadi pendorong penting keberhasilan ekspor bambu ini. Sejak awal, KEHATI mendampingi petani dalam pelatihan administrasi, teknologi, hingga mempertemukan mereka dengan jaringan pembeli.

“Kami sangat mendukung upaya para petani bambu di Bulaksalak untuk mengekspor bambu. Keputusan tersebut merupakan salah satu hilirisasi dari pemanfaatan bambu hasil panen mereka secara lestari,” ujar Puji Sumedi, Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI.

Puji menambahkan, ekspor memberikan nilai jual lebih tinggi dibandingkan penjualan di dalam negeri. Tahun 2025 menandai tahun ketiga dukungan KEHATI di Bulaksalak, termasuk pembaruan MoU untuk konservasi, edukasi, serta penguatan kapasitas dan advokasi kebijakan. KEHATI juga mendorong masyarakat agar semakin mandiri.

Namun, keberhasilan ini juga diiringi tantangan. Salah satunya adalah menjaga konsistensi kualitas bambu agar sesuai standar ekspor. Karena proses masih banyak dilakukan secara manual, kadang keseragaman belum tercapai. Hal ini dianggap wajar untuk ekspor perdana dan menjadi pelajaran berharga untuk peningkatan ke depan.

Ekspor perdana ini menandai keberhasilan jangka panjang dari proses budidaya bambu yang memerlukan waktu enam hingga delapan tahun sebelum panen. Bagi masyarakat Bulaksalak, ini bukan sekadar soal ekonomi, melainkan juga upaya kolektif menjaga lingkungan dan membangun masa depan.

Ekowiyarto menyampaikan harapan besar. “Kami ingin suatu saat bisa ekspor secara mandiri, membawa nama Bulaksalak ke panggung global dan menjadikan bambu sebagai ikon kebanggaan desa.” kata Eko.