Jeruju, Gulma yang Bisa Menjadi Alternatif Sumber Pendapatan

Jeruju (Acanthus ilicifolius) yang tumbuh subur di wilayah pesisir dengan kondisi tanah berlumpur
-
Date:
11 Apr 2025 -
Author:
KEHATI
Jeruju (Acanthus ilicifolius) adalah tanaman mangrove yang tumbuh subur di wilayah pesisir dengan kondisi tanah berlumpur. Tanaman ini sering dianggap sebagai “pengganggu” dalam ekosistem mangrove karena sifatnya yang agresif dan cenderung mendominasi area tanam. Jeruju sering kali membuat penanaman mangrove menjadi tidak berhasil, terutama jika tidak dikelola dengan baik. Namun, dibalik tantangan tersebut, jeruju ternyata memiliki potensi luar biasa sebagai bahan pangan dan sumber penghidupan alternatif bagi masyarakat.
“Jeruju sering kali menjadi salah satu penyebab kegagalan dalam program rehabilitasi mangrove karena kemampuannya tumbuh dengan cepat dan mendominasi area pesisir. Sistem akar dan daun jeruju yang kuat membuat bibit mangrove sulit berkembang, terutama jika tanaman jeruju tidak dikelola dengan baik sebelum proses penanaman dilakukan (land cleaning),” kata Toufik Alansar, Manager Program Kelautan Yayasan KEHATI saat melakukan monitoring dan evaluasi Program Mangrove Blue Carbon di Kabupaten Pandeglang Banten.
Meski demikian, jeruju tetap memiliki peran ekologis yang penting. Tanaman ini membantu mencegah abrasi pantai, memperbaiki struktur tanah berlumpur, dan menjadi habitat bagi beberapa spesies kecil seperti ikan dan kepiting. Dengan memahami cara mengelola jeruju, keberadaannya dapat diubah dari penghalang menjadi pelengkap dalam ekosistem mangrove.
Untuk menjawab permasalahan ini, KEHATI bersama PT Asahimas Chemical (ASC) dan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) memberikan pelatihan kepada masyarakat di Desa Ujung Jaya Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang Banten, untuk memanfaatkan jeruju secara produktif. Pendekatan ini tidak hanya mengatasi masalah dominasi jeruju di ekosistem mangrove, tetapi juga menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Jeruju juga sangat berpotensi dikembangkan menjadi produk pangan. Dosen Ilmu Perikanan Untirta, Sakinah Haryati, yang melatih masyarakat membuat olahan Jeruju, mengatakan, Jeruju memiliki banyak zat biokatif, yaitu flavonoid, saponin dan triterpenoid yang bermanfaat sebagai anti oksidan, mengurangi kadar gula darah dan anti inflamasi.
Lebih dari 30 perempuan di desa Ujung Jaya mengikuti pelatihan pengolahan Jeruju. Sakinah mengatakan, daun Jeruju memiliki rasa getir sehingga harus diolah lebih dulu sebelum dimasak agar berkurang rasa getirnya. “Jeruju yang daunnya berduri ini digunting lebih dulu duri-durinya lalu direndam 12 jam memakai air biasa. Lalu setelah itu direndam 12 jam lagi menggunakan air garam,” kata Sakinah.

Pelatihan & pembuatan Keripik Jeruju yang dilakukan oleh warga desa Ujung Jaya
Keamanan Pangan
Produk olahan Jeruju ini nantinya akan diajukan uji laboratorium terlebih dulu sebelum dipasarkan secara luas. Hal ini dilakukan agar keamanan pangan produk Jeruju bisa dipertanggungjawabkan. Untirta juga akan mendampingi masyarakat di Ujung Jaya untuk mendistribusikan hasil olahan Jeruju mereka.
Uminah (42) warga desa ujung jaya kampung Cikawung ujung kulon banten mengaku senang mendapatkan pelatihan pengolahan Jeruju. Menurut dia, masyarakat di kampungnya sehari-hari mencari kerang totok di akar-akar mangrove. “Saya cari totok bisa 8 jam sehari. Saya jual per gelas Rp 5.000. Dengan pelatihan Jeruju sih berharap bisa menambah penghasilan nantinya,” tutur Uminah.
Pelatihan pengolahan Jeruju ini menjadi bagian dari Program Mangrove Blue Carbon. Mangrove Blue Carbon merupakan upaya rehabilitasi kawasan mangrove di Kabupaten Pandeglang Banten yang dilakukan bersama oleh KEHATI, PT Asahimas Chemical dan Untirta. Dari tahun 2021-2026, Program Mangrove Blue Carbon ini menargetkan penanaman 140 ribu pohon mangrove di lahan seluas 14 hektar. Penanaman dilakukan di Kecamatan Sumur dan Panimbang, Kabupaten Pandeglang. Mangrove yang ditanam di wilayah tersebut adalah jenis Soneratia dan Rhizopora.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, Eli Susiyanti, SH., MH., MM mengapresiasi inisiasi KEHATI yang mengadakan program pelatihan pengolahan tanaman jeruju kepada masyarakat pesisir, khususnya di Desa Ujungjaya. “Terobosan baru luar biasa karena yang kami lakukan baru sebatas pengolahan mangrove. Namun hari ini kita melakukan pengolahan jeruju yang merupakan salah satu musuh dari pertumbuhan mangrove.” Lanjut Eli.
Setelah mendapatkan pelatihan pengolahan tanaman jeruju, diharapakan Desa Ujungjaya mampu menjadi masyarakat yang kreatif dan mandiri. Harapan ini diwujudkan melalui pemanfaatan bahan yang ada di sekitar mereka hingga tercapai peningkatan kesejahteraan di masa yang akan datang. Fakta yang menarik tentang keberadaan hutan mangrove antara lain angka penyerapan karbon duabelas kali lipat dari pohon hutan yang ada di darat. Jumlah tersebut terhitung baru dari satu pohon saja. Ditambah, habitat mangrove juga menjadi sumber kehidupan tanaman-tanaman lain yang tumbuh liar di sekitarnya. Tanaman-tanaman liar tersebut sangat bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat yang tinggal di area tersebut.
Program rehabilitasi kawasan mangrove yang telah rusak karena peralihan peruntukan lahan dianggap penting untuk dikembalikan fungsinya. Toufik Alansar mengatakan, kegiatan penanaman ini dilakukan untuk menambah tutupan kawasan yang kosong. Tingkat keberhasilan suatu pemulihan kawasan mangrove antara 50-60%, dan akan menjadi 100% oleh tanaman yang tumbuh secara alami. Mangrove secara ekologi bisa menjadi benteng tsunami, mencegah abrasi serta menyerap karbon. Sebagai upaya pencegahan efek gas rumah kaca, mangrove dinilai lebih efisien dibandingkan ekosistem pesisir lainnya.
Proses peyediaan bibit seluruhnya dilakukan oleh kelompok masyarakat yang didukung oleh Untirta, KEHATI, dan Salaka (Yayasan Lestari Alam Kita). Bibit mangrove diambil dari buah mangrove dan disemai dalam polibek, dan juga ada propagule yang di tanam langsung, hal ini disesuaikan dengan tipikal dan karakterisitik lokasi penanaman.
Direktur Salaka, Hendrawan Syafrie M.Si mengatakan ada juga beberapa tumbuhan yang mampu bersimbiosis dengan vegetasi mangrove, antara lain pohon nipah. Tanaman yang mirip dengan pohon kelapa ini tumbuh di sekitar pohon mangrove. Keberadaan nipah tumbuh dengan sendirinya tanpa adanya intervensi manusia.
Tanaman nipah tidak merusak mangrove. Justru sebaliknya, terjadi hubungan yang saling menguntungkan diantara keduanya. Pohon nipah disekitar mangrove mampu menyuplai air sehingga di musim panas tanaman mangrove tidak kekurangan air. Pohon nipah banyak tumbuh di Aceh Timur.
Mangrove yang sudah banyak rusak perlu direhabilitasi. Keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar mangrove sangat diperlukan supaya rehabilitasi tersebut berhasil. Dengan memanfaatkan Jeruju, masyarakat yang tinggal di sekitar mangrove diharapkan akan ikut menjaga ekosistem pesisir dari kerusakan. (Tim KEHATI)