119 views Perkembangan Program Bioprospeksi Tengkawang di Kalimantan Barat - KEHATI KEHATI

Perkembangan Program Bioprospeksi Tengkawang di Kalimantan Barat



KEHATI mendukung bioprospeksi komoditas tengkawang di Provinsi Kalimantan Barat melalui hibah periode tahun 2025. Tengkawang juga menjadi salah satu fokus intervensi KEHATI melalui program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan.

  • Date:
    19 Mei 2025
  • Author:
    KEHATI

Oleh Christian Natalie, Manajer Program Ekosistem Kehutanan

Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara dua benua besar, yaitu Asia dan Australia memiliki posisi sangat strategis dengan kekayaan sumber daya alam hayati dan sekaligus endemisitas spesies flora dan fauna yang tinggi. Kekayaan keanekaragaman hayati ini mencakup genetik, spesies hingga beraneka ragam ekosistem unik. Indonesia sudah berkomitmen menjalankan Kerangka Kerja Global Keanekaragaman Hayati Kunming-Montreal (KM-GBF) dalam bentuk Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 yang diturunkan menjadi 20 target nasional, yang menjadi acuan dan panduan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati yang selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)[2].

Bioprospeksi menjadi implementasi untuk mencapai sasaran pembangunan berkelanjutan tersebut karena dapat melindungi dan melestarikan alam, keanekaragaman hayati, serta melindungi kearifan lokal masyarakat hukum adat. Sayangnya telah terjadi beberapa kasus pencurian sumber daya genetik (biopiracy), antara lain: (1) Publikasi peneliti asing tanpa izin atas penemuan spesies baru Tawon Raksasa (Megalara Garuda) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi; (2) Pendaftaran paten atas 9 (sembilan) jenis tumbuhan asli Indonesia oleh Shiseido perusahaan kosmetik Jepang (kemudian dipatenkan), meski saat ini sudah dicabut kembali patennya; (3) Pencurian Kantong Semar (Nepenthes clipeata) di Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Kelam, Kalimantan Barat oleh peneliti asing; dan (4) Publikasi tanpa ijin hasil penelitian amphibi dan reptil di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah oleh peneliti asing, serta mungkin masih banyak lagi kedepannya jika kita tidak segera mengantisipasi soal pengelolaan sumberdaya genetik kita.

Yayasan KEHATI menempati posisi dan peran strategis karena keterhubungannya dengan berbagai pemangku kepentingan yang berbeda di dalam implementasi bioprospeksi multi-pihak, dan sejak tahun 2020 telah membuat policy brief arah pengembangan bioprospeksi di Indonesia[3]. Sebagai lembaga yang berinteraksi kuat dengan dunia bisnis, Yayasan KEHATI dapat mendorong praktik tata kelola yang baik serta penyadartahuan dunia usaha di dalam pemberian akses dan manfaat yang adil kepada masyarakat adat/lokal, lengkapnya seperti digambarkan pada diagram di atas. Hal ini perlu ditarik tidak hanya di tingkat korporasi, tetapi juga di level konsumen di mana produk-produk akhir mereka akan dinikmati.

Setidaknya ada tujuh contoh keterlibatan KEHATI dan mitra-mitranya di dalam bentuk pemanfaatan sumber daya hayati sebagai inisiasi program bioprospeksi, yaitu dalam pengembangan produk olahan mangrove di Desa Kaliwlingi, Brebes; Pemanfaatan rempah-rempah di Kepulauan Sangihe; Potensi pengembangan sagu di Sangihe dan Papua Barat, komersialisasi tengkawang di Kapuas Hulu, Kalimantan; Pemanfaatan beragam jenis pewarna alam kain tenun Dayak Iban; Perlindungan kopi Arabika Manggarai, Nusa Tenggara Timur; dan eksplorasi manfaat bambu tabah di Bali.

Melalui kajian literatur dan penelusuran data empiris, termasuk dari hasil dalam Buku Membangun Bioprospecting di Indonesia (2023_Dwiartama, et al)[4], lokasi implementasi atau pelaksanaan program bioprospeksi yang dipilih untuk didukung dalam hibah periode tahun 2025 ini adalah dalam komoditas Tengkawang di Provinsi Kalimantan Barat. Saat ini pun menjadi salah satu fokus intervensi dalam program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan. Dan pada tahun 2023 telah diterbitkan buku berjudul Tengkawang Pohon Kehidupan Kaya Manfaat[5] dari hasil pengalaman program di Hutan Adat Pikul, Desa Sahan, Kecamatan Seluas, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat.

Tengkawang adalah salah satu komoditi hasil hutan bukan kayu dari hutan Kalimantan. Di Kalimantan Barat sendiri, tengkawang pernah jadi komoditi unggulan untuk ekspor pada tahun 1980-an. Sayang sekali, literatur dan pengetahuan mengenai tengkawang ini sangat terbatas. Sehingga program ini bersama pemangku kepentingan setempat seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK), Bappeda, Jaringan Tengkawang Kalimantan, dan Yayasan Riak Bumi tengah berupaya mengumpulkan data-data untuk melengkapi informasi mengenai komoditi ini. Tengkawang bisa dapat dimanfaatkan lemak nabatinya, sama halnya dengan lemak nabati pada sawit. Bahkan menurut penelitian, lemaknya cukup sehat bagi tubuh. Bioprospeksi merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan keanekaragaman hayati melalui penelusuran senyawa genetik yang sistematik untuk tujuan komersial demi kehidupan berkelanjutan. Indonesia kaya akan sumber daya hayati tersebut dan salah satunya adalah Tengkawang ini.

Harapannya tengkawang bukan hanya sebagai komoditas perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) melainkan dapat lebih ditelusuri materi genetik dan senyawa biokimia aktif hingga upaya perbanyakan senyawa aktif tersebut untuk tujuan komersialisasi dan mewujudkan Bioekonomi, menggantikan ekonomi Indonesia yang saat ini masih bergantung pada sumber daya fosil.

Kegiatan terakhir dalam program ini merupakan pertemuan ekspose perkembangan program yang dijalankan Yayasan Riak Bumi bersama Jaringan Tengkawang Kalimantan (JTK), pada tanggal 24 April 2025 di Aula Rimbawan, DLHK Kalimantan Barat. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 82 orang yang mewakili puluhan organisasi pemerhati dan pegiat tengkawang di Kalimantan dan Indonesia pada umumnya.

Ada tiga hasil utama dari program yang baru berjalan sejak Agustus 2024 lalu, yakni:

  1. Inventarisasi data potensi tengkawang dan sebarannya di 202 desa di 12 kabupaten, ditemukan sejumlah 10.418 ton potensi buah tengkawang setiap masa panennya. Metodologi yang dilakukan meliputi analisis data spasial, verifikasi lapangan, dan partisipasi masyarakat.
  2. Tinjauan pustaka sistematis yang dilakukan dengan mengikuti pedoman PRISMA guna memastikan keterlacakan dan validitas hasil kajian, dari artikel 25 tahun terakhir, dalam 33 kata kunci utama penelusuran. Terdapat 142 literatur berkaitan dengan kata kunci yang digunakan. Sebanyak 65% dari literatur riset terbatas pada pengujian laboratorium, sedangkan 28% lainnya melakukan riset yang bersifat eksperimen aplikatif. Meskipun banyak potensi telah diketahui, eksplorasi secara mendalam terkait manfaat dan aplikasi buah tengkawang dalam skala industri yang lebih besar masih sangat terbatas, termasuk belum ditemukan riset mengenai supply chain mengenai bahan baku tengkawang.
  3. Uji pembuatan peraturan di masyarakat lokal yang memiliki hutan tengkawang untuk implementasi konsep access benefit sharing, dilakukan di kelompok masyarakat pengelola Hutan Adat Pikul dengan luas 100 hektar. Hutan ini memiliki 127 jenis pohon, enam diantaranya adalah Tengkawang. Kelompok masyarakat adat sebenarnya sudah memiliki aturan dalam menjaga serta melestarikan hutan di wilayah mereka namun belum tertulis. Dari program ini telah disepakati dan dihasilkan Peraturan Adat berisi 8 bab dan 25 pasal tentang Perlindungan Pohon Tengkawang. Peraturan tersebut turut memperkuat pengolahan tengkawang menjadi produk yang dapat dikomersialisasikan. Produk saat ini berupa butter telah mendapat sertifikasi halal, dan izin BPOM untuk penggunaan tengkawang untuk bahan pangan.

Program bioprospeksi atau bioprospecting spesies Tengkawang ini masih berlanjut untuk diimplementasi bersama mitra ke depannya, seiring dengan komitmen Yayasan KEHATI terus menjaga serta melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia. Kunci lain dalam implementasi bioprospeksi adalah peranan banyak pihak. Ini tidak dapat dijalankan oleh satu pihak saja karena dibutuhkan spesialisasi di tiap rantai proses dan kerjanya. Sumber daya hayatinya ada di alam yang dijaga oleh masyarakat adat/lokal, penelitiannya ada di akademisi, komersialisasinya ada di sektor bisnis. LSM, Pemerintah sebagai regulator dan supervisor, hingga Media menjembatani di antaranya. Jika ada peluang kolaborasi untuk terus mengembangkan program ini, atau mendapatkan informasi lebih lanjut, silahkan menghubungi Yayasan KEHATI melalui surel berikut: christian.natalie@kehati.demo-wit.id

[1] https://lcdi-indonesia.id/wp-content/uploads/2025/02/IBSAP-2025-2045.pdf

[2] https://berkas.dpr.go.id/pa3kn/kamus/file/kamus-87.pdf

[3] https://kehati.demo-wit.id/app/uploads/2021/02/Policy-Brief-Arah-Pengembangan-Bioprospecting-di-Indonesia.pdf

[4] https://kehati.demo-wit.id/app/uploads/2024/09/2023_Dwiartama-et-al_Membangun-Bioprospecting-di-Indonesia.pdf

[5] https://kehati.demo-wit.id/app/uploads/2023/06/Tengkawang-Preview-170623a.pdf